Ketika Orang Memandang Sebelah Mata, Justru Berkat K-Pop Saya Dapat Tempat Magang
Belum lama ini media sosial, terutama Twitter sedang diramaikan dengan pembahasan “Ava Korea.” Tidak sedikit orang-orang dengan “Ava Korea” dianggap melakukan hal yang ‘tidak baik’. Lebih sederhananya, mereka dipandang sebelah mata. Setiap kali orang-orang di balik “ava Korea” itu ingin mengungkapkan pendapat, maka ada beberapa yang mengatakan, “Ah elah, apa deh ava Korea,” dan lainnya.
Sebenarnya, memandang rendah fans
Korea ini sudah lama terjadi. Ini semua bukan suatu hal baru yang dialami oleh fans
K-Pop, terutama fans K-Pop di Indonesia. Meski memiliki pasukan yang terbilang
banyak dan kuat, fans K-Pop di Indonesia masih di pandang sebelah mata oleh
orang sekitar, termasuk di dunia nyata sekalipun.
Namun, mengingat sekarang zaman
sudah lebih canggih dan banyak yang beralih ke dunia digital, maka ‘olok-olokan’
untuk fans K-Pop ini jarang terjadi di dunia nyata, tapi lebih sering terjadi
di media sosial itu sendiri. Termasuk (dan salah satunya yang paling sering
yakni) di Twitter.
Jujur, sangat disayangkan karena
‘olok-olokan’ untuk fans K-Pop ini masih terus merajalela, bahkan setelah
bertahun-tahun K-Pop ‘berjaya’ di Indonesia. Banyak orang tidak bisa menerima
K-Pop dengan sebaik itu. Menurut saya pribadi, enggak masalah kalau memang
mereka semua tidak menyukai K-Pop. Tapi, yang jadi masalah ialah ketika mereka
‘mengganggu’ apa yang disukai oleh beberapa orang di Indonesia, yakni menyukai
K-Pop itu sendiri.
Yang tidak terpikirkan oleh saya
adalah, mengapa ‘sebenci’ itu dengan orang-orang yang menyukai K-Pop? K-Pop
tidak lebih dari salah satu hal yang dijadikan hobi oleh beberapa orang
Indonesia. Sama seperti ketika beberapa orang lainnya yang menyukai sepak bola,
suka Bollywood, suka Hollywood, dan lainnya. Mengapa yang lebih sering
dipandang sebelah mata hanya mereka-mereka yang menyukai K-Pop? Mengapa hanya
fans dengan ‘ava K-Pop’ yang lebih sering ‘direndahkan’ dan ‘diabaikan’
pendapatnya dibanding orang yang menggunakan ava lain. Ava pemain bola,
misalnya?
Mengapa? Itu semua yang masih
bikin saya pribadi tidak paham sepenuhnya. Kalau masalahnya karena fans K-Pop
‘lebay’ dan ‘fanatik’, well saya
tidak bisa bicara banyak. Mungkin, memang fans K-Pop Indonesia banyak yang
‘lebay.’ Saya akui itu. Karena terkadang saya menemukan itu. Tapi, bukan hanya
fans K-Pop, toh? Fans-fans pecinta hal lain pun tidak kalah lebay-nya. Tapi,
mungkin mereka tidak lebih vokal dengan fans K-Pop lainnya. Namun, menurut saya,
selagi ‘ke-lebay-an’ mereka tidak mengganggu dan merugikan Anda, lantas mengapa
pusing-pusing memikirkan, merendahkan, dan menghujat fans K-Pop, toh? Apa
susahnya untuk mengabaikan dan biarkan mereka-mereka—fans K-Pop—bersenang-senang
dan mendapatkan kebahagian dari hal yang mereka sukai? Mengapa harus menganggu
‘kebahagiaan’ orang lain?
Untuk masalah fanatik, menurut
saya pribadi, semua hal yang berbau fanatik itu tidak baik. Bukan hanya fans
K-Pop saja. Hal-hal fanatik ini banyak terjadi di Indonesia, seperti yang belum
lama ini terjadi, yakni wafatnya salah satu supporter
bola. Saya tidak bisa (dan tidak mau) membahas hal itu lebih jauh dan panjang.
Mengingat saya bukan bagian dari komunitas-komunitas itu, maka pasti ada hal
yang tidak saya ketahui terkait budaya komunitas sana dan lainnya. Tapi, satu
yang pasti, kejadian itu sebagai tanda dari adanya sikap fanatik. Hal seperti
itu bisa terjadi di mana saja, bahkan di fandom K-Pop sekalipun. Dan, perlu
diingat, membunuh bukan hanya secara fisik, tapi sikap fanatik kita juga bisa
membunuh orang atau pihak lain secara mental. Artinya, segala bentuk tindak
fanatik bukan lah hal yang baik. Dan segala bentuk fanatik, bisa terjadi di
mana saja, bukan hanya dikalangan fans K-Pop.
Ketika banyak orang yang ‘menghujat’
dan memandang fans K-Pop (dan K-Pop secara keseluruhan itu sendiri), saya
justru mendapatkan sesuatu yang berharga dari hal yang saya sukai ini. Dengan tanpa
malu mengakui bahwa saya adalah fans K-Pop, saya justru bisa mendapatkan
magang.
******
Cerita berawal dari saya yang sudah mulai memasuki semester 7, alias
masa-masa praktek kerja atau magang.
Sebagai salah satu anak media (broadcasting & new media (media baru / online)), saya selalu tertarik untuk
berkecimpung di dunia media online. Terlebih, dengan passion dan ketertarikan
saya yang besar dengan dunia tulis serta jurnalistik. Selama 6 semester, kampus
saya lebih banyak memfokuskan pembelajaran ke dunia penyiarannya, dalam artian yang
terkait dengan televisi dan radio. Bahkan, lebih ke televisi. Sedangkan, unsur new media atau media baru atau media
online, jarang dipelajari.
Dalam 3 tahun, hanya sekali saya
mempelajari terkait media online di kampus, yakni saat di semester 5 saja.
Selebihnya, kami di kampus lebih terfokus dengan produksi konten televisi.
Meski begitu, tidak sedikitpun saya menyerah dan mundur untuk mempelajari lebih
jauh cara kerja di media online. Saya pun sempat bergabung dengan media kampus
selama lebih kurang satu tahun. Di sana saya cukup banyak belajar. Namun, tidak
bisa dipungkiri, saya tetap ingin belajar lebih banyak dengan ahli di bidangnya
serta pekerja profesional di media online.
Akhirnya, niatan-niatan itu pula
lah yang membuat saya kekeuh untuk magang
di media online. Selama menjadi mahasiswa broadcasting,
sedikit banyak saya menyadari bahwa media televisi (dan bekerja di dalamnya)
sepertinya tidak terlalu cocok dengan saya. Namun, tidak menutup kemungkinan di
kemudian hari atau di masa depan saya ingin belajar dan mengetahui cara kerja
di dunia pertelevisian. Tapi, sekali lagi, sejauh ini, passion dan ketertarikan
saya pada media online masih sangat besar.
Dengan passion dan ketertarikan
pada media online yang sangat besar itu, maka saya memutuskan tiada henti
mencari tempat magang yang berkaitan dengan tulis menulis (reporter atau
jurnalis atau conten writer) di media
online. Selama berbulan-bulan sebelum bulan Agustus 2018, saya kerap mencari
media online yang sedang mencari anak magang.
Ternyata, sangat disayangkan,
saat itu, tidak banyak media online konvensional (besar) yang tengah mencari
anak magang, terutama di bagian jurnalis atau reporter. Akhirnya, saya
mencari-cari media online bukan konvensional dan lebih merujuk ke
perusahaan-perusahaan media kecil atau masih dalam tahap starup. Saat itu, cukup banyak media online bukan konvensional yang
tengah mencari anak magang. Biasanya, mereka lebih mencari content writer. Hal tersebut menarik perhatian saya. Terlepas
apakah jobdesc tersebut akan sesuai
dengan kriteria anak broadcasting &
new media dalam kaca mata kampus atau tidak, saya tetap mendaftar dan
mengirim cv ke beberapa media online tersebut untuk menjadi content writer.
Akhirnya, beberapa media online
tersebut menerima cv saya dan mengajak saya untuk melakukan interview. Seingat
saya, lebih kurang ada 3 media online yang saat itu memberi saya kesempatan. Dua
di antaranya media online yang kontennya membahas dunia hiburan, dan satu lainnya
lebih pada membahas tulisan kreatif. Sebut saja media “A”, mereka yang pertama
kali menerima saya. Letak kantornya ada di daerah Menteng, Jakarta Pusat. Saat
itu, mereka bahkan mencari jurnalis dengan latar belakang mahasiswa jurnalistik
atau broadcasting untuk membahas
konten hiburan dan musik. Merasa cocok dengan kriteria diri serta ketertarikan
saya, langsung lah saya mengirim cv dan portfolio beberapa hasil tulisan saya. Akhirnya,
dipanggilah saya untuk melakukan interview.
Seingat saya, saat itu, interview
berlangsung di bulan Juni. Selama interview, banyak hal yang kami bahas,
terutama terkait menulis dan musik (karena itu yang sedang dicari mereka). Tidak
lupa, saya pun menceritakan blog ini serta ketertarikan besar saya pada hiburan
Korea termasuk K-Pop. Saat itu, saya tidak malu menceritakan itu semua. Toh,
saya pikir, itu lah diri saya. Tanpa menutupi apapun. Selain itu, saya pun
terpikir, mungkin saja itu semua bisa menjadi nilai tambah (atau bahkan
sebaliknya?).
Interview berjalan lancar, hingga
akhirnya mereka menanyakan kapan sekiranya saya bisa mulai magang. Posisi saya waktu
itu belum memasuki semester 7. Bahkan, libur semester pun belum. Sebelumnya,
saya sudah memiliki niat dan memasang target untuk mulai magang saat liburan semester
6 menuju semester 7, agar saat sudah masuk masa efektif di semester 7, saya
tidak disibukan dengan magang, tapi hanya fokus pada sisa mata kuliah lain dan membuat
laporan magangnya saja.
Jadi, saat itu saya mengatakan
bahwa baru bisa mulai magang di akhir bulan Juli, yakni 31 Juli 2018, setelah
kelar semua urusan UAS saya. Dan pewawancara saat itu mengiyakan serta mencatat
tanggal saya mulai magang. Saat itu, posisi saya masih dalam status tidak
jelas, apakah diterima atau tidak. Akhirnya, beberapa hari setelahnya, mereka
menghubungi saya kembali melalu e-mail. Menanyakan kembali tanggal pasti kapan
saya bisa mulai magang.
Karena benar-benar tidak bisa
memulai magang sebelum liburan semester, saya memastikan lagi ke mereka bahwa
saya hanya bisa memulai magang sejak tanggal 31 Juli 2018. Namun, sepertinya
mereka membutuhkan anak magang segera atau paling tidak dalam waktu dekat. Menunggu
saya yang terlalu lama, akhirnya saya tidak menerima kabar kembali setelah itu
hingga mendekati 31 Juli 2018.
Merasa yakin bahwa saya tidak
akan jadi magang di tempat “A”, akhirnya saya coba-coba lagi mengirim cv dan
portfolio ke media-media online bukan konvensional. Tidak lama, masuk pula lah
panggilan lain, yakni dari media “B.” Kesamaan dari media “A” dan media “B”
yakni mereka bisa dibilang belum besar. Sejujurnya, saya tidak mengetahui kedua
media itu sebelumnya. Bahkan, mendengar nama mereka pun belum. Namun, saya
tetap mencoba, Karena belajar bisa di mana saja. Dan ternyata, media “B” ini
memang belum besar, namun mereka sudah cukup lama berkecimpung di industri
media. Tepatnya sejak 5 tahun lalu, yakni pada tahun 2013.
Menariknya, media “B” ini diisi
dan dikembangkan oleh anak magang. Semua yang bekerja di dalamnya adalah
mahasiswa yang memang sedang magang. Hanya ada satu pemilik (dan juga
pembimbing). Media “B” ini juga terfokus dengan dunia hiburan, seperti film dan
musik. Saya pun tertarik, dengan pikiran, “Siapa tau web mereka ingin diisi
lebih beragam alias dengan tambahan konten musik dan film Korea.” Akhirnya saya
mendaftar, dan dipanggil interview setelah beberapa minggu sejak kali pertama
saya mengirim cv dan portfolio via e-mail ke mereka.
Setelah itu, datang lah saya ke
suatu lokasi di Jakarta, untuk interview. Ternyata, tempat interview-nya di
sebuah gedung besar yang isinya memang banyak kantor dan perusahaan-perusahaan
lain. Lalu, masuk lah saya ke salah satu ruangan sesuai arahan yang saya
dapatkan dari tim pewawancara. Saat saya masuk, ternyata jauh di luar bayangan
saya. Kantornya tidak seperti kantor media. Hanya kantor kecil seperti
diperuntukan untuk rapat-rapat semata. Dan ternyata, kantor itu adalah sebuah virtual office atau semacamnya itu lah.
Saat itu, saya berasumsi mungkin
pemiliknya merupakan bagian atau yang terlibat dengan virtual office ini. Atau mungkin, media “B” ini bagian ‘proyek’
atau apalah dari perusahaan virtual
office ini. Jujur, saat itu saya tidak mengerti. Namun, sekarang ini saya
mulai mengerti. Ternyata, media itu memang tidak memiliki kantor resmi.
Menggunakan virtual office itu
biasanya hanya untuk rapat-rapat ‘redaksi’ setiap minggunya. Di luar itu semua,
kegiatan dan pekerjaan dilakukan sendiri-sendiri dan di rumah masing-masing.
Mengetahui itu semua (saat
wawancara), saya langsung terpikirkan, “Kapan saya belajar dunia kerjanya?
Termasuk belajar menyelesaikan masalah, berkontribusi, dan berkomunikasi dengan
rekan kerja, bila kerjaan saya ujung-ujungnya hanya dilakukan di rumah? Apa
bedanya dengan kegiatan saya di media kampus?” Dan pertanyaan-pertanyaan lain
kerap menghampiri pikiran saya.
Beberapa jam di lokasi interview,
saya mempelajari banyak hal. Salah satunya seperti yang sudah saya bicarakan
sebelumnya, yakni bahwa media “B” diisi dan dijalankan oleh anak magang. Semua
‘redaksi’ dan orang-orang di dalamnya adalah mahasiswa dan anak magang. Saya
terpikirkan, “Lagi, apa bedanya dengan kegiatan saya bersama media kampus? Kan
saya mau belajar dengan ‘ahli’-nya, yang sudah profesional dan berpengalaman
lama di bidangnya, dalam hal ini yakni terkait media dan jurnalistik. Di sini,
saya akan diajari oleh siapa?”
Tidak sempat menjawab
pertanyaan-pertanyaan di pikiran saya itu, ternyata mereka langsung mengajak saya
untuk bergabung dengan tim, saat itu juga, hari itu juga. Saya langsung
bingung, “Loh? Terima kasih, pastinya. Karena sudah memberi kesempatan. Tapi, langsung
masuk begini aja? Tidak ada pertimbangan dengan siapapun orang di atas sana
yang lebih ‘kompeten’ dan berkuasa atas hal ini kah?”
Akhirnya, tanpa banyak pilihan,
saya menyetujui (dengan pikiran, “Oke, coba dulu saja. Jalani saja dulu.”) dan
langsung ikut rapat dengan anggota lainnya (saat itu tengah diadakan rapat
mingguan untuk membahas konten satu minggu kedepan). Setelah rapat, saya dipersilahkan
untuk memulai tugas saya, yakni menulis sebanyak dua berita atau artikel setiap
harinya.
Setelah interview itu hingga
beberapa hari setelahnya, saya mulai menulis dua artikel setiap harinya. Beberapa
artikel saya pun naik di situs mereka, lalu saya membaca tulisan saya yang
sudah naik. Hal itu saya lakukan untuk mengoreksi tulisan yang saya buat dengan
yang sudah naik. Ternyata, tidak ada perbedaan. Dalam hal ini, ada dua
kemungkinan. Pertama, tulisan saya sudah bagus dan benar (saya ragu karena
pasti masih ada kurangnya). Kedua, asal naik saja karena gatekeeper-nya pun belum ahli ataupun berpengalaman di bidangnya. Saya
lebih terpikirkan pada poin kedua. Bukan merendahkan gatekeeper-nya, tapi saya terpikirkan bila tulisan itu diserahkan
ke editor-editor di media konvensional, mungkin tulisan saya sudah dirombak
habis atau bahkan tidak dinaikan sama sekali.
Lama-lama saya berpikir,
lagi-lagi ini tidak jauh beda dengan kegiatan saya di media kampus, di mana
jurnalis dan editor, serta bagian lain, masih sama-sama belajar. Yang artinya, jurnalis
masih ada salah, begitupun editor dalam menyunting artikel. Maka, lagi-lagi,
saya tidak bisa mengetahui dengan betul kesalahan saya serta bagaimana cara
penulisan jurnalistik dengan baik, terutama dalam penulisan di media online
(karena tentu beda dengan penulisan di media cetak).
Tidak berjodoh (dan tidak cocok),
saya pun pamit dari media “B.” Tidak lama setelah pamit dari media “B,” saya
mendapat panggilan interview dari media “C.” Salah satu, dari beberapa media
online, yang juga pernah saya kirimi cv serta portfolio sebelumnya. Kantor media
“C” ini termasuk yang terdekat dengan rumah saya (walau tetap enggak
dekat-dekat banget sih sebenarnya). Tapi, lumayanlah. Lokasinya pun searah
dengan kampus saya, tidak perlu putar balik atau apapun bila saya berangkat
dari rumah ke kantor dan dilanjut ke kampus. Secara lokasi, media “C” ini udah
lumayan cocok dengan saya.
Datang lah saya ke lokasi media
“C.” Untuk media “C” ini, jujur saya sempat beberapa kali mendengar nama
mereka. Mungkin, memang bukan media konvensional, tapi mereka sudah lama
berkecimpung di industri media dan menunjukan eksistensi mereka di antara
media-media lainnya. Media “C” ini lebih terkenal dengan media cetaknya. Namun,
seiring berkembangnya zaman, mereka pun melebarkan sayap ke ranah media online.
Dan saat itu, mereka memperuntukan mencari anak magang untuk mengisi salah satu
rubrik di situs resmi mereka.
Media “C” lebih mencari content writer, bukan jurnalis ataupun
reporter. Dengan asumsi ini masih berkaitan dengan ‘media online’, saya pikir
saat itu hal ini tidak akan lari dari kriteria anak broadcasting & new media di kampus saya. Akhirnya, saya coba
dan ambil kesempatan itu. Saat di interview, mereka menjelaskan sosok-sosok
anak magang seperti apa yang mereka cari. Dan salah satu hal utamanya ialah
anak magang yang bisa membuat konten tulisan kreatif.
Jujur, itu semua hal baru bagi
saya. Tulisan kreatif ini tidak mudah, dan pastinya berbeda dengan penulisan
jurnalistik. Itu semua menjadi tantangan baru bagi saya. Merasa tertantang (dan
agar ragu juga sebenarnya), saya ambil tawaran itu. Saya mengaku bersedia untuk
magang di sana.
Akhirnya, mulai masuklah ke tahap
diskusi tanggal magangnya. Dan sama seperti sebelumnya, saya mengatakan bahwa diri
saya baru bisa magang dimulai pada 31 Juli 2018. Saat itu, mereka mengiyakan,
dan bilang kepada saya untuk menghubungi mereka kembali setelah urusan kuliah
saya selesai dan ketika saya sudah siap memulai magang. Lantas, saya langsung
terpikirkan bahwa artinya saya diterima dan tinggal menghubungi mereka kembali
setelah ujian akhir semester 6 saya kelar.
Waktu berlalu, dua minggu sebelum
31 Juli 2018, saya menghubungi perwakilan media “C” lagi. Saya menanyakan
posisi saya, pun memberi kabar bahwa sebentar lagi saya sudah bisa memulai
magang. Selama lebih kurang dua hari, chat saya tidak dibalas. Akhirnya, saya
chat lagi minggu depannya. Dan ternyata, posisi saya sudah diambil dengan anak
magang yang bisa langsung masuk dan memulai kerja saat itu.
Oke, artinya, saya gagal dapat tempat
magang. Yang lebih menyedihkannya lagi ialah, waktu sudah semakin mendekat
masa-masa libur. Bila saya tidak bisa dapat magang saat masa liburan, berarti
saya harus membagi waktu kuliah dengan magang nanti. Itu pun kalau benar-benar
berhasil dapat tempat magang di semester 7 ini.
Sudah mulai pasrah dan hampir
menyerah, akhirnya saya memutuskan untuk mengirim cv dan juga surat-surat keterangan
dari kampus ke televisi. Sebelumnya, saya kekeuh
ingin di media online. Tapi, saat itu, merasa yang penting bisa dapat magang, saya
terpikirkan kalau saya harus mengirim cv ke lebih banyak tempat. Mungkin jodoh
tempat magang saya ialah media tv.
Singkat cerita, saya dapat kontak
salah satu jurnalis di media online cukup terkenal dan besar di Indonesia, dari
teman saya. Media tersebut yakni Okezone. Teman saya itu punya kontak Mba Susi karena
pernah interview magang di sana beberapa tahun sebelumnya. Awalnya, kontak itu
saya diamkan saja di hp selama lebih kurang dua hari. Karena, saya lagi fokus
cari tempat magang yang lainnya. Kenapa saya enggak langsung hubungi Mba Susi?
Karena saya pikir Okezone sedang tidak membuka lowongan magang. Mengingat,
selama pencarian magang ini, saya tidak pernah melihat informasi magang dari
media tersebut. Makanya, saya enggak langsung menghubungi Mba Susi.
Berjalannya waktu, tiba-tiba saya
terpikirkan untuk coba-coba hubungi Mba Susi, siapa tau Okezone ternyata sedang
membutuhkan beberapa anak magang, mungkin. Akhirnya, mulai lah saya hubungi Mba
Susi. Saat menghubungi Mba Susi, ternyata beliau mengaku bahwa dirinya sudah
tidak mengurusi pencarian anak magang. Dengan sangat baik hatinya, Mba Susi
memberi kontak temannya di Okezone juga yang sekarang ini menjadi sosok yang
mengurusi anak magang. Ialah Mba Rani dari kanal (rubrik) News.
Tanpa berpikir lama dan panjang,
saya menghubungi Mba Rani. Dan tanpa waktu lama, Mba Rani pun memberi respons
dan menginformasikan saya untuk mengirim cv dan lain-lainnya ke e-mail yang
diarahkan. Langsung saya kirim lah itu e-mail sekitar sore hari (lupa tanggal
berapa). Menjelang maghrib, saya langsung ditelfon oleh Mba Rani untuk datang
ke gedung Okezone (iNews Center) keesokan harinya.
Untuk lokasi, Okezone ini bisa
dibilang jauh dari rumah saya. Orang tua dan kakak-kakak saya sempat menanyakan
dan memastikan apakah saya benar-benar ingin magang di sana. Mengingat lokasi
magangnya yang jauh dari rumah. Karena mendapat tempat magang tidak lah mudah,
terlebih ini salah satu media online besar, maka tetaplah saya membulatkan niat
dan tekat untuk belajar di sana—dan memulainya dengan datang interview terlebih
dahulu.
Datanglah saya ke lokasi
interview. ‘Cerdas’-nya saya, mau interview enggak bawa apa-apa. Cv-pun tidak,
karena mentang-mentang memang tidak ada informasi apa-apa terkait barang yang
harus dibawa saat interview. Dan ini hal yang salah dari saya. Jangan ditiru.
Sekurang apapun informasinya, berusaha nanya. Paling tidak, cv dan/atau
portfolio menjadi hal wajib yang dibawa saat interview. Catatan aja sih itu.
Tanpa cv dan/atau portfolio, saya
tetap ‘diizinkan’ untuk interview bersama salah satu officer Okezone. Sebelum interview, saya menjalani tes bahasa
Inggris dulu. Lebih tepatnya, menlansir sebuah artikel bahasa Inggris ke bahasa
Indonesia. Tapi, dengan catatan, tidak plek
translate-an. Tapi lebih pada
bagaimana kita memahami berita atau artikel tersebut, lalu menuliskannya
kembali (melaporkan kembali) dengan bahasa kita sendiri ke dalam bahasa
Indonesia. Rasa-rasanya ini menjadi salah satu poin penting untuk siapapun yang
ingin berkecimpung di media online, apalagi bila masuk ke rubrik-rubrik
hiburan, teknologi, olahraga, dan lainnya. Rubrik News juga penting, karena
pastinya ada berita dari luar Indonesia yang penting untuk dilaporkan ulang ke
masyarakat Indonesia dengan bahasa Ibu kita pastinya.
Saya sama sekali tidak tahu kalau
akan ada tes bahasa Inggris itu terlebih dahulu. Untung saja saya bawa pulpen
(karena jujur, saya jarang bawa pulpen, bahkan saat ke kampus sekalipun). Lalu,
mulailah saya melansir artikel yang disajikan. Setelah selesai, dilanjut ke
tahap wawancara. Saat itu, saya diwawancara oleh Mba Jeje, asisten redaktur
bagian Finance (Ekonomi), mewakili Mba Rani.
Ya, seperti interview pada
umumnya. Menanyakan tentang saya, dan lainnya. Mba Jeje lalu menanyakan
komitmen kepada saya. Komitmen agar saya bisa bertahan magang 3 bulan di sana.
Mengingat, bila tidak komitmen dan mundur di tengah jalan, semuanya bisa
berpengaruh ke nama baik kampus, terutama terhadap junior-junior. Kasian
mereka, bisa kena dampaknya bila saya enggak komitmen dan kerja dengan baik
selama magang 3 bulan di Okezone.
Dengan keinginan besar untuk
magang di media online, saya mengatakan mampu untuk berkomitmen dan bertahan di
Okezone selama 3 bulan, kepada Mba Jeje. Setelah mendengar itu, lebih lanjut
Mba Jeje menawarkan saya ingin masuk kanal mana, antara kanal Kampus dan
Lifestyle. Kedua kanal tersebut kebetulan yang sedang membutuhkan anak magang. Saya
mulai tanya-tanya sedikit terkait konten dan pemberitaan yang diangkat di
masing-masing kanal. Setelah mendengar penjelasan Mba Jeje, saya teringat bahwa
selain menjadi penulis atau reporter atau jurnalis, saya juga memiliki ketertarikan
pada K-Pop. Teringat bahwa sehari sebelumnya saya melihat situs Okezone yang
memiliki pembahasan khusus untuk K-Pop, saya pun menanyakan hal itu kepada Mba
Jeje.
Dengan enggak tau malunya, saya
bertanya, “Mba, rubrik yang kosong hanya dua itu mba?” Lalu, dengan baik
hatinya, Mba Jeje menanyakan, “Emang Sasya ada keinginan mau kerja di rubrik
lain? Tertarik di mana?” Saya pun menjawab, “Entertainment-entertainment gitu
Mba. Lagi enggak nyari anak magang ya?”
Padahal Mba Jeje dari bagian
Finance yang terhubung pula dengan kanal Kampus, tapi dengan enggak tau diri
dan malunya, saya justru menanyakan kanal lain. *Bukannya bersyukur udah
ditawarin tempat magang, Sya*.
Meski begitu, Mba Jeje dengan
sangat baik hatinya menjawab, “Oh kanal Celebrity, ya? Kamu emang suka
pembahasan yang kayak gitu, ya?” Saya
pun membenarkan. Akhirnya, Mba Jeje mengatakan, “Oke deh, nanti aku coba
hubungi bos kanal Celebrity dulu ya. Mereka lagi cari anak magang atau enggak.”
Perbincangan kami selesai di
sana. Lalu saya terpikirkan, “Kalau kanal Celebrity lagi enggak nyari anak
magang, terus gue enggak jadi dapat magang dong? Kan yang kanal Kampus dan
Lifestyle secara enggak langsung udah gue tolak. Gimana nasib gue? Jadi magang
di Okezone enggak nih gue?”
Enggak lama setelah interview
dengan Mba Jeje, saya dapat WA dari Mba Rani. Beliau mengabarkan saya untuk
mengisi form pendaftaran (karyawan baru) anak magang terlebih dahulu, lalu
nanti bertemu dengan Pak Kemas (manggilnya sekarang Om Kemas), bos kanal
Celebrity.
Setelah seleai mengisi form, akhirnya
saya bertemu dengan Om Kemas, selaku Redaksi Pelaksana kanal Celebrity di
Okezone dan Mba Siska, Redaktur kanal Celebrity. Saya diwawancarai oleh dua
sosok hebat nan ramah itu. Tidak jauh berbeda dengan interview sebelumnya—bersama
Mba Jeje—pembahasan masih seputar tentang saya ditambah dengan komitmen.
Namun, mengingat saya ada
ketertarikan di dunia hiburan atau selebriti, Om Kemas menanyakan, “Selain
berita Indonesia, biasanya ada baca berita dari luar enggak? Mungkin Bollywood,
Hollywood, atau K-Pop gitu?”
Mendengar kata K-Pop, saya
langsung semangat. Dan dengan semangat dan perasaan hati yang berbinar-binar,
saya menjawab, “Saya suka K-Pop, Pak.” Bila tidak salah liat (semoga tidak
delusi), terpancarkan pula sedikit senyuman di wajah Om Kemas dan Mba Siska
setelah saya menjawab itu. Dan ternyata benar saja, kanal Celebrity kebetulan
sedang mencari penulis K-Pop, terutama di ranah musiknya (bukan K-Drama).
“Ah, bagus lah. Kebetulan penulis
K-Pop kami lagi enggak ada. Adanya lebih fokus ke drama. Kalau kamu suka K-Pop
gini, terutama musiknya, bagus lah. Pas. Cocok,” jelas Om Kemas. Lalu, lebih
lanjut, Mba Siska menanyakan biasanya situs berita K-Pop apa saja yang say
abaca. Dan ternyata, saat memulai magang, saya mempelajari bahwa Mba Siska juga
suka Korea. Enggak heran kalau dirinya tahu menahu tentang situs-situs berita K-Pop.
Pun menanyakan saya lebih sering ngikutin
grup lawas atau baru. Ternyata, beliau memang sepaham itu.
Setelahnya, Om Kemas langsung
menanyakan, “Yaudah, langsung masuk aja. Bisanya mulai kapan?” Sebenarnya,
mulai 31 Juli 2018 saya sudah free.
Tapi, seingat saya itu wawancara dilakukan hari Kamis, saya pikir kalau bisa
milih begini, yaudah saya masuk tanggal 1 Agustus 2018 aja. Tanggung, dan juga
lumayan bisa liburan dulu sebentar sambil mempersiapkan diri untuk magang
selama 3 bulan di Okezone.
Dan akhirnya, magang lah saya di
Okezone, di kanal Celebrity, fokus pembahasan K-Pop sejak 1 Agustus hinggal 1
November 2018. Ketika orang banyak yang memandang rendah K-Pop dan fansnya, justru
berkat K-Pop saya bisa langsung mendapatkan tempat magang. Ketika beberapa
orang di sekitar saya secara tidak langsung memandang ‘aneh’ bila saya mengaku
suka K-Pop, justru saya bisa menjadikan K-Pop sebagai bahan kerjaan saya di
tempat magang.
Berkat ketertarikan dan hobi saya
ini, justru saya mendapatkan tempat magang. Dan tiada hal yang lebih enak
dibanding bisa magang atau melakukan apapun sesuai dengan ketertarikan kita.
Dalam kasus saya, yakni tulis menulis, jurnalistik, dan K-Pop.
Jadi, jangan pernah merasa malu
dengan hal apapun yang kita sukai. Selagi itu bukan hal yang negatif, selagi
tidak merugikan diri sendiri dan orang banyak, maka tetap nikmatilah. Siapa tau
bisa mendapat keuntungan tersendiri dari hal yang kita sukai itu. Abaikan kata
orang, yang hanya niat menjatuhkan kita.
******
Omong-omong, saya mau mengucapkan
terima kasih banyak kepada seluruh pihak di Okezone yang telah menerima saya
dan memberi kesempatan kepada seorang Sasya Semitari P untuk magang dan belajar
banyak di sana. Terima kasih Om Kemas dan Mba Siska, yang sudah melihat
‘perjalanan’ saya sejak tahap interview. Terima kasih sudah selalu sabar meladeni
izin-izin saya. Hehehe. Terima kasih Mba Siska yang juga secara khusus menjadi
pembimbing magang saya di sana. Terima kasih banyak telah menyunting
tulisan-tulisan saya menjadi sangat rapih, Mba. Semoga suatu saat saya bisa
menulis sebagus Mba Siska.
Terima kasih Mba Susi yang sudah
dengan baik hati membalas pesan saya saat itu. Dan ternyata, Mba Susi juga
se-kanal loh dengan saya, di kanal Celebrity. Meski kami enggak banyak
berbincang selama 3 bulan ini, tapi saya yakin bahwa Mba Susi sosok yang sangat
baik. Sukses dan sehat terus, Mba. Terima kasih Mba Rani yang secara tidak
langsung sudah membuka jalan agar saya bisa magang di Okezone. Sehat terus,
Mba. Semoga lancar pesalinannya.
Terima kasih untuk Redaktur dan
Asisten Redaktur lainnya di kanal Celebrity. Terima kasih Om Edi sudah mau
menyunting beberapa artikel K-Pop saya. Kita juga jarang berbincang, Om. Tapi,
saya tahu bahwa Omm Edi sangat baik dan mau mengajari orang-orang alias
anak-anak magang atau anak baru dengan sabar, lembut, dan baik. Semangat di
kanal barunya, Om. Saya selesai magang, eh Om Edi pindah kanal ternyata. Sukses
terus, Om.
Terima kasih juga Mas Alan, sosok
yang pertama kali memberi arahan dan tugas di hari pertama saya. Terima kasih
banyak atas bimbingannya, Mas. Terima kasih sudah sabar. Terima kasih sudah mau
menyunting artikel-artikel saya. Terima kasih sudah memberi saya kesempatan
untuk liputan dan wawancara beberapa artis Indonesia, di luar comfort zone saya, alias K-Pop. Maaf
kalau kadang-kadang suka bandel dan enggak kirim 8 artikel per hari setelah
lebih dari satu bulan di sana. Hehehe. Tapi, akhir-akhir mulai komitmen lagi
kok, Mas. Terima kasih banyak, Mas Alan.
Terima kasih kepada Ka Lidya, editor
setia saya alias (karena) Ka Lidya penikmat Korea sejati. Dari drama, acara tv,
hingga musik, khatam banget. Karena saya menulis tentang K-Pop, maka banyak
artikel saya yang disunting oleh Ka Lidya. Terima kasih banyak sudah menyunting
banyak artikel saya, Ka. Semoga enggak pusing lihat tulisan saya ya, Ka. Ada
yang saya sayangkan setelah keluar dari Okezone, Ka, yakni belum sempet fangirling bareng Ka Lidya walau kita
sama-sama suka K-Pop. Huft, susah memang. Setiap harinya kerjaan sangat banyak.
Santai dikit, waktu pulang makin lama deh karena kerjaan menumpuk. Hehehe. Tapi
enggak apa-apa, saya tetap sangat berterima kasih kepada Ka Lidya. Sukses dan
sehat-sehat terus, Ka.
Terakhir, untuk Mas Emus dan dua
reporter senior baik hati, yakni Ka Rena dan Ka Hana. Terima kasih kakak-kakak.
Semoga betah terus di Okezone, dan bisa sukses di sana. Jadi officer tetap di sana. Amin. Ohiya,
terutama, terima kasih Ka Hana yang telah meminjamkan akun Okezone-nya ke saya
selama 3 bulan.
Terima kasih juga untuk Bu Dini,
selaku penanggung jawab kanal Celebrity dan Lifestyle. Terima kasih juga kepada
Mba Evi, sekretaris ter-dabest lah.
Cepat banget ngurusin surat-surat
buat kami, anak magang. Terima kasih, Mba. Terima kasih juga kepada Pak Budi
selaku Pemimpin Redaksi Okezone. Dan terima kasih untuk semua karyawan di sana.
Sukses dan sehat terus.
Salam, Sasya Semitari P.
Berikut sebagian
dari artikel saya yang naik. Mungkin bisa dibaca, pun bisa kasih kritik agar
saya bisa lebih berkembang dan menjadi lebih baik kedepannya. Terima kasih.
(Apink)
(Red Velvet)
(BLACKPINK)
(BTS)
(SNSD)
(EXO)
(YG Entertainment)
(Wanna One)
(SM Entertainment)
(The East Light)
(iKON)
(HyunA)
(Super Junior)
(TWICE)
(BTOB)
(NCT)
Comments
Post a Comment